Karate
adalah seni mencolok menggunakan memukul, menendang, lutut dan siku pemogokan,
dan teknik tangan terbuka seperti pisau-tangan (karate chop). Jepitan, kunci,
pengekangan, melempar, dan pemogokan titik penting diajarkan di beberapa gaya.
Seorang praktisi karate disebut karateka. Seni beladiri Karate dikembangkan di
Kepulauan Ryukyu di tempat yang sekarang Okinawa, Jepang. Ini dikembangkan dari
metode melawan adat yang disebut te (Harfiah Tangan; Tii di Okinawa) dan Kenpo
Cina.
Sejarah
Olahraga Karate
Sebuah
teori mengatakan bahwa asal mula karate berasal dari ilmu bela diri Okinawa. Te
atau Okinawa-Te adalah seni bela diri asli setempat yang telah mengalami
perkembangan berabad-abad lamanya, dan kemudian banyak dipengaruhi oleh teknik
perkelahian yang dibawa oleh para ahli seni bela diri China yang mengungsi ke
Okinawa. Sekitar Abad ke5, seorang pendeta Budha yang terkenal bernama
Bodhidharma (Daruma Daishi) mengembara dari India ke China untuk menyebarkan
dan membetulkan agama Budha yang menyimpang selama ini di Kerajaan Liang
dibawah Kaisar Wu. Setelah perselisihannya dengan Kaisar Wu karena perbedaan
pandangan dalam ajaran agama Budha, Bodhidharma mengasingkan diri di biara
Shaolin Tsu di pegunungan Sung di bagian selatan Loyang Ibukota Kerajaan Wei.
Di situ lah dia melanjutkan pengajarannya dalam agama Budha dan menjadi
cikal-bakal Sekte Zen.
Para
Rahib Budha China pada waktu itu begitu lemah badannya, sehingga mereka tidak
dapat menjalankan pelajaran-pelajarannya dengan baik. Setelah dia tahu hal ini,
dia memberikan Buku Kekuatan Fisik kepada murid-muridnya, suatu buku petunjuk
mengenai latihan fisik. Buku ini mengajarkan teknik pukulan yang dinamakan 18
Arhat, yang kemudian menjadi terkenal sebagai Shaolin Chuan. Suatu pendapat
lain mengatakan, bahwa cerita di atas tadi adalah dongeng semata-mata.
Bagaimanapun juga Bodhidharma adalah anak laki-laki ke-3 (tiga) dari Raja India
Selatan. Dan sebagai Pangeran, dia ahli ilmu perang yang menjadi salah satu
pendidikannya, hal serupa dengan Sakyamuni. Lagi pula hanya orang dengan
pikiran dan badan yang kuat yang dapat mengadakan perjalanan yang demikian jauh
dan banyak rintangannya.
Seorang
ahli ilmu bela diri lain yang sangat terkenal yang muncul pada jaman Dinasti
Sung (920-1279 M) adalah Chang Sang Feng (Thio Sam Hong). Awalnya Chang belajar
ilmu bela diri pada Shaolin Tsu, kemudian mengasingkan diri di gunung Wutang
(Butong). Di tempat inilah dia mengamati macam-macam gerakan binatang, seperti kera,
burung bangau, dan ular. Berdasarkan pengamatannya, dia menciptakan gaya
perkelahian yang khas dengan pribadinya yang disebut aliran Wutang. Kalau
Shaolin Chuan hanya dipraktekkan oleh para Pendeta Budha, maka aliran Wutang
ini diperuntukkan orang awam yang tidak ada ikatan dengan aliran Kuil manapun.
Chang mengaja rkan supaya menerima pukulan lawan dengan gaya lemah gemulai
seperti air yang mengalir dan menyerang dengan satu kepastian untuk mengakhiri
perlawanan dengan sekali pukul. Ciptannya didasari dengan gagasan tentang harus
adanya gerak melingkar yang luwes dan gerakan ujung yang tajam. Aliran ini
selanjutnya punya dampak yang luas di dalam perkembangan seni bela diri di
China. Gaya aliran Wutang ini segera tersebar merata di seluruh Wilayah China
bagian utara yang pada masa kemudian akan berkembang menjadi Taichi-Chuan,
Hsingi-Chuan, dan Pakua-Chuan.
Masih
terdapat banyak tokoh seni bela diri yang menciptakan gaya dan aliran
masing-masing. Diantaranya Chueh Yuan yang juga pernah belajar di Shaolin Tsu.
Pada tahun 1151-1368 M dia berhasil menciptakan aliran baru dengan cara
memperluas 18 pukulan Arhat menjadi 72 jurus. Dia berkeliling ke banyak Wilayah
China dan kemudian bertemu dengan Po Yu Feng yang menciptakan pukulan Wu Chuan.
Keduanya mengadakan kerjasama menciptakan satu aliran baru yang mencapai 170
macam gaya ilmu pukulan, diantaranya Lima Tinju, Tinju Naga, Tinju Harimau,
Tinju Bangau, Tinju Macan Tutul, dan Tinju Ular. Di seluruh Wilayah China yang
begitu luas, berbagai macam gaya dan aliran bela diri dikembangkan, yang
akhirnya menyesuaikan diri deng an sifat-sifat lingkungan di mana gaya dan
aliran itu berkembang dan dipraktekkan. Namun pada umumnya, berbagai aliran dan
gaya yang ada dapat dibagi menjadi dua aliran yaitu aliran UTARA dan aliran
SELATAN.
Aliran
Selatan berasal dari daerah China Selatan di bagian hilir sungai Yang Tse.
Karena beriklim sedang, sumber kegiatan ekonomi yang paling utama di wilayah
ini adalah pertanian khususnya beras. Rakyat setempat cenderung bertubuh gempal
dan kuat karena kegiatan kerja di sawah. Disamping itu di wilayah selatan
terdapat banyak sekali sungai, sehingga alat lalu lintas yang utama adalah
perahu. Dengan mendayung sehari-hari menyebabkan badan bagian atas lebih
berkembang. Maka dengan demikian aliran selatan ini menekankan pada gaya
melentur dan penggunaan tangan dan kepala.
Aliran
Utara berkembang di wilayah China Utara di bagian hulu Sungai Yang Tse, dimana
sifat daerahnya adalah pegunungan. Mengingat di wilayah ini banyak orang
terlibat dengan perburuan binatang dan penebangan kayu sebagai sumber nafkah.
Maka aliran utara ini lebih menekankan pada gerakan yang lincah dan penggunaan
teknik tendangan.
Selama
masa peralihan dari Dinasti Ming ke Dinasti Ching, sejumlah ahli bela diri
China melarikan diri ke negara lain untuk membebaskan diri dari penindasan dan
pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh orang-orang Manchu yang menguasai
China. Sebagai akibatnya ilmu bela diri China dari Jaman Ming ini disebarkan ke
berbagai negara lain termasuk ke Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan juga
Kepulauan Okinawa. Salah seorang diantaranya Chen Yuan Pao yang menuju ke
Jepang, dimana dia selanjutnya mengajarkan gagasan dan teknik Judo. Sampai pada
abad ke-15 Kepulauan Okinawa terbagi menjadi 3 (tiga) Kerajaan. Dan pada tahun
1470 Youshi Sho dari golongan Sashikianji berhasil mempersatukan semua pulau di
Kepulauan Okinawa di bawah kekuasaannya. Penguasa ke-2 dari golongan Sho, yaitu
Shin Sho, menyita dan melarang penggunaan senjata tajam. Kemudian Keluarga Shimazu
dari Pulau Kyushu berhasil menguasai Kepulauan Okinawa, tetapi larangan
terhadap pemilikan senjata tajam masih terus diberlakukan. Sebagai akibatnya,
rakyat hanya dapat mengandalkan pada kekuatan dan ketrampilan fisik mereka
untuk membela diri.
Pada
saat yang sama, ilmu bela diri dari China mulai diperkenalkan di Okinawa
melalui para pengungsi yang berdatangan dari China yang saat itu sudah dikuasai
oleh bangsa Manchu (Dinasti Ching). Diantara para pengungsi itu ada sejumlah
ahli seni bela diri dari China. Pengaruh ilmu bela diri dari China ini dengan
cepat sekali menjalar ke seluruh Kepulauan Okinawa. Melalui ketekunan dan
kekerasan latihan, rakyat Okinawa berhasil mengembangkan sejenis gaya dan
teknik berkelahi yang baru yang akhirnya melampaui sumber aslinya.
Aliran-aliran seni bela diri Te (aslinya Tode atau Tote) di Okinawa terbagi
menurut nama daerah perkembangannya menjadi Naha-te, Shuri-te, dan Tomari-te.
Naha-te mirip dengan seni bela diri China aliran selatan, khususnya dalam pola
gerakan yang dilaksanakan dengan gaya yang kokoh dan sangat tepat bagi orang
yang bertubuh besar. Shuri-te mirip dengan seni bela diri China aliran utara
yang pola gerakannya lebih menekankan kegesitan dan keringanan tubuh. Sementara
kaum Shimazu makin memperketat larangan atas pemilikan senjata tajam, latihan
pola bela diri Te ini makin berkembang.
Di
Jepang sendiri juga telah ada pola bela diri sejak jaman dulu. Diantaranya yang
sangat terkenal sampai saat ini ialah gulat Sumo. Dahulu Sumo sifatnya sangat
keras dan ganas, dimana para pesertanya diperbolehkan saling pukul dan tenda ng
dan secara mental memang sudah siap mati. Baru pada abad ke-8, pukulan dan
tendangan yang mematikan tidak diperbolehkan lagi. Pertandingan Sumo kemudian
sudah sangat mirip dengan pertandingan Sumo pada masa sekarang ini. Tokoh seni
bela diri China yang mengungsi dari penjajahan bangsa Manchu juga tersebar ke
seluruh Jepang. Berbagai macam gaya dan teknik yang mereka sebarkan menyebabkan
timbulnya aliran-aliran baru. Di bawah pengaruh dan bimbingan Chen Yuan Pao,
aliran Jiu Jitsu atau seni beladiri aliran lunak didirikan oleh beberapa tokoh
beladiri Jepang. Konsep bahwa "Kelunakan dapat mengalahkan kekerasan"
dinyatakan berasal dari China, dan aliran ini mengembangkan pengaruhnya yang penting
pada pola bela diri lainnya. Diantaranya yang sangat populer ial ah Judo yang
didirikan oleh Jigoro Kano.
Karena
keuletannya untuk meneliti, melatih, dan mengembangkan diri, Judo telah
berhasil diterima merata di seluruh Jepang sebagai satu cabang olah raga
modern. Pada tahun 1923, Gichin Funakoshi yang lahir di Shuri, Okinawa pada
tahun 1869 untuk pertama kalinya memperagakan Te atau Okinawa-Te ini di Jepang.
Berturut-turut kemudian pada tahun 1929 tokoh-tokoh seperti Kenwa Mabuni,
Choyun Miyagi berdatangan dari Okinawa dan menyebarkan karate di Jepang. Kenwa
Mabuni menamakan alirannya Shitoryu, Choyun Miyagi menamakan alirannya Gojuryu,
dan Gichin Funakoshi menamakan alirannya Shotokan. Okinawa Te ini yang telah
dipengaruhi oleh teknik-teknik seni bela diri dari China, sekali lagi berbaur
dengan seni bela diri yang sudah ada di Jepang, sehingga mengalami perubahan-perubahan
dan berkembang menjadi Karate seperti sekarang ini. Berkat upaya keras dari
para tokoh ahli seni bela diri ini selama periode setelah Perang Dunia II,
Karate kini telah berkembang pesat ke seluruh dun ia dan menjadi olah raga seni
bela diri paling populer di seluruh dunia.
Sejarah
Funakoshi tidak bisa dipisahkan dengan sejarah keagungan karate. Dimulai
sebagai seorang anak yang lemah, pesakitan dan memiliki kesehatan yang kurang
baik, orang tua Funakoshi membawanya kepada maestro beladiri pada saat itu
yaitu Yasutsune Itosu untuk mengajarinya karate bersama Yastsune Azato ( Azato
memberikan banyak pelajaran kepada Funakoshi untuk membangun pikiran disiplin
dan tehnik karate).Dengan dibantu oleh seorang dokter, Tokashiki, yang
memberikan ramuan-ramuan alami untuk menguatkan fisiknya, dan latihan yang
diberikan oleh Azato dan Itosu, Funakoshi tumbuh menjadi orang yang kuat dan
gagah. Dia menjadi murid menonjol ketika menjadi murid Arakaki dan Sokon
“Bushi” Matsumura. Dia menguasai dan mencapai taraf yang tinggi dalam
kedisiplinan. Maestro Funakoshi selalu menceritakan disetiap kesempatan sejarah
hidupnya pada bagian ini. Ketika dia hidup bersama kakek neneknya, dia mulai
memasuki sekolah wajib dimana dia sekelas dengan anak guru Azato dan menerima
intruksi karate pertama dari Yatsusune (Ankoh) Azato.
Ketika
pada akhirnya Funakoshi datang ke Jepang dari Okinawa, tahun 1922, dia tinggal
bersama orang-orang sekampung halaman di sebuah asrama mahasiswa di Suidobata,
Tokyo. Dia tinggal di dalam kamar yang kecil dekat pintu dan dia akan
membersihkan asrama ketika para mahasiswa pergi kuliah. Dia juga bekerja
sebagai tukang kebun, dan pada malam hari Funakoshi mengajar karate kepada para
mahasiswa.
Dalam
jangka waktu yang tidak begitu lama, ia mendirikan sekolah karate pertamanya di
Meishojuku. Setelah itu dia mendrikan sekolah karate di Mejiro, dan akhirnya
dia memiliki tempat untuk menghasilkan murid generasi penerus karate, seperti,
Takagi dan Nakayama dari Nippon Karate Kyokai, Yoshida dari Takudai, Obata dari
Keio, Shigeru Egami dari Waseda ( pembawa sukses dalam perkembangan karate ),
Hironishi dari Chuo, Noguchi dari Waseda dan Hirori Ohtsuka ( Otsuka ).
Pada
saat melakukan perjalanan keliling Jepang untuk mengenalkan dan mengajar
karate, Funakoshi selalu mengajak Takeshi Shimoda, Yoshitaka ( anaknya ), Egami
dan Ohtsuka untuk menyertainya. Murid utamanya adalah T. Shimoda dan Y.
Funakoshi.
Shimoda
merupakan lulusan Nen-ryu Kendo School, dia juga berlatih Ninjutsu, tetapi dia
sangat tidak beruntung, Dia sakit dan meninggal pada saat masih muda , tahun
1934, setelah melakukan sebuah perjalanan pertunjukan karate. Dia digantikan
oleh Gigo ( Yoshitaka) Funakoshi, yang memiliki karakter yang sangat baik dan
tehnik karate yang sangat tinggi. Shigeru Egami berpendapat bahwa tidak ada
orang yang lebih baik untuk menggantikannya. Dikarenakan jiwa muda dan metode
latihan yang keras ( bahkan dapat dikatakan sebagai latihan yang kuat dan
brutal ), membuat terjadinya konflik dengan golongan tua. Othsuka Hironori,
yang mengatakan tidak dapat menerima latihan yang sangat keras. Akhirnya Otsuka
keluar dan mendirikan sekolah karate sesuai dengan gayanya sendiri, yang diberi
nama Wado-Ryu ( Jalan keharmonisan ), dan secara nyata nama itu menyindir
Yoshitaka. Dalam jangka panjang metode latihan Yoshitaka adalah sangat penting
bagi masa depan karate-do. Tetapi, sekali lagi, dia meninggal dalam usia muda,
tahun 1945, ketika berumur 39 tahun, penyakit TBC ( Tuberculosis) menghantarkan
dia pada kematian.
Pada
abad awal abad ke-20, ketika momentum ultra-nasionalis melanda jepang,
perkembangan seni beladiri di Jepang mengalami kemunduran, orang yang berlatih
beladiri dianggap sebagai penyembah berhala(pagan) dan seni kebrutalan ( savage
art). Funakoshi mencoba mengatasi prasangka tersebut, dan akhinya berhasil
mendapatkan pengakuan bahwa karate merupakan salah satu seni beladiri Jepang
tahun 1941.
Setelah
itu banyak pekumpulan karate berdiri di Jepang. Pada tahun 1942, karate
diperkenalkan di Universitas Keio sebagai klub karate pertama, yang lainya
termasuk Chuo, Waseda (1930), Hosei, Universitas Tokyo (1929). Klub yang lain
didirikan di Shichi-Tokudo, di lingkungan tangsi militer di sudut halaman
Istana.
Funakoshi
mengunjungi Shichin-Tokudo setiap beberapa hari sekali untuk mengajar, ketika
Otsuka mengajar di Shichin-Tokudo, seorang murid, Kogura, dari Universitas Keio
yang menyandang Dan III ( san-dan ) Kendo ( Seni melidungi diri Jepang/Japanese
Fenching ) dan juga penyandang sabuk hitam karate, mengambil pedang dan berhadapan
dengan Otsuka. Semua murid melihatnya dan menunggu apa yang akan terjadi.
Mereka menyangka dengan kemahirannya dalam kendo, tidak seorang pun yang dapat
menghadapinya dengan pedang terbuka (the shinken). Otsuka terlihat tenang
melihat Kogura dan pada saat Kogura mengerakkan pedangnya, Otsuka menyapu
kakinya dan Kogura jatuh terjerembab. Kejadian ini tidak banyak diceritakan,
dan hal ini membuktikan keahlian Otsuka. Kejadian itu juga membuang kejemuan
terhadap filosofi Funakoshi bahwa latihan kata/jurus lebih dari sekedar cukup
waktu yang dibutuhkan dan juga sangat penting untuk menujukkan kemampuan besar
Gichin Funakoshi sebagai guru dan karateka.
Pada
tahun 1922, tiga muridnya, Miki, Bo dan Hirayama berpendapat bahwa berlatih
kata saja tidak cukup. Mereka mulai mengenalkan pertarungan bebas ( Jiyu Kumite
). Mereka membuat pelindungan badan dan menggunakan pelindung kepala kendo di
dalam pertandingan. Funakoshi mendengar tentang penyimpangan ini, dan tidak
menghalangi usaha yang dia anggap telah mengurangi arti seni beladiri karate.
Funakoshi menghentikan kunjungannya ke Shichin-Tokudo. Baik Funakoshi dan
Otsuka tidak pernah terlihat lagi. Setelah kejadian tersebut Gichin Funakoshi
melarang adanya pertandingan karate. ( Tidak pernah ada pertandingan karate
hingga setelah ia meninggal tahun 1958).
Ketika
Funakoshi datang ke Jepang, ia membawa 16 kata, yaitu 5 pinan (heian), 3
naihanchi (Tekki), kushanku-dai (Kanku-dai), kushanku-sho (Kanku-sho), seisan
(Hangetsu), patsai (bassai-dai), Wanshu (Empi/Enpi),chinto (Gankaku), jutte
(jitte) dan Jion. Dia memberikan muridnya kata dasar sebelum mereka menunjukkan
kemajuan yang berarti untuk meningkat ke tingkat lanjutan. Pada saat itu tidak
kurang dari 40 kata masuk dalam kurikulum, kemudian dimasukkan dalam edisi
terbatas “ Karate-do for specialist” yang merupakan karya monumental dari
Shigeru Egami.
Jigoro
Kano, penemu seni beladiri Judo moderen, sekali waktu mengundang Funakoshi dan
temannya, Makoto Gima, untuk melakukan pertunjukan seni beladiri di Kodokan (Tomisaka).
Kira-kira ribuan orang menyaksikan pertunjukan tersebut. Gima yang belajar
setelah Yabu Kenstu adalah pemuda dari Okinawa, memainkan kata Naihanshi
Shodan, dan Funakoshi memaikan Kata Koshokun ( Kushanku-dai ).
Sensei
Kano menyaksikan pertujukan tersebut dan menanyakan tentang tehnik yang
terkandung didalamnya. Dia merasa sangat kagum. Dia mengundang Funakoshi dan
Gima untuk menghadiri upacara tendon ( makan malam dengan nasi dan ikan-fish
and rice dinner), mereka menyanyi dan berkelakar untuk menyenangkan Funakoshi.
Didalam
ketulusannya mengajarkan seni beladiri karate yang baik dan benar, Funakoshi
bukan tanpa hujatan. Kritik menghina menyangkut ketegasannya dalam aturan
mempelajari kata, dan mempelajari apa yang mereka sebut “lembut” karate merupakan
hal yang menyia-nyiakan waktu. Funakoshi tegas terhadap aturan hito-kata sanen
( tiga tahun satu kata ).
Funakoshi
adalah orang yang rendah hati. Dia mengajari dan mempratekkan apa yang dia
katakan dengan kerendahan hati. Dia tidak memberikan nasehat tentang kebajikan
dan kerendahan hati, tetapi pada dasarnya kerendahan hati seseorang adalah
bersumber pada pandangan yang benar terhadap sesuatu dan hidup penuh dengan
kesadaran. Dia hidup dengan damai dengan dirinya dan orang disekelilingnya.
Kapanpun
nama Gichin Funakoshi disebutkan, akan mengingatkan kita pada perumpamaan “ A
man of Tao (Do) dan “ A little Man”. Dikatakan seorang murid bertanya “ Apa
bedanya antara- a man of tao -dengan a little man ?” Guru menjelaskan ,”
sederhana sekali, ketika a little man menerima “dan” ( kelulusan atau rangking
), dia tidak akan sabar menunggu untuk pulang kerumah dan naik keatas kemudian
mengatakan kepada semua orang bahwa dia telah mendapatkan “dan” pertamanya.
Ketika menerima “dan” keduanya, dia akan naik hingga ke ujung tiang dan
mengumumkannya kepada semua orang. Ketika menerima “dan” ketiganya, dia
melompat di atas mobilnya dan berparade keliling kota sambil membunyikan
klakson, memberitahukan kepada semua orang tentang “dan” ketiganya”.
Guru
melanjutkan, “ Ketika- a man of Tao-menerima “dan” pertamanya, dia akan
menundukan kepalanya sebagai tanda berterima kasih dan bersyukur. Ketika
menerima “dan” keduanya, dia akan menundukan kepalanya hingga kebahu. Ketika
menerima “dan” ketiganya, dia akan menundukan kepalanya hingga pinggang dan
diam-diam dia berjalan disamping dinding sehingga orang tidak dapat melihat
dia.
Funakoshi
adalah “ a man of Tao”. Dia tidak memiliki keistimewaan apapun dalam sebuah
kompetisi, catatan kemenangan, atau kejuaraan. Keistimewaannya terletak pada
kepribadiannya.
Sumber :
http://www.kumpulansejarah.com/2013/02/sejarah-olahraga-karate.html